Budidaya tanaman
pangan membutuhkan lahan atau media tanam, bibit, nutrisi dan air serta
pelindung tanaman untuk pengendalian hama dan organisma lain sebagai sarana
budidaya.
Semua sarana
budidaya harus sesuai dengan pedoman yang dibuat oleh pemerintah untuk menjamin
standar mutu produk.
1.
Pemilihan lokasi
Pemilihan lokasi
untuk budidaya tanaman pangan harus memenuhi ketentuan-ketentuan sebagai
berikut:
a. Penanaman pada lahan kering tidak bertentangan dengan Rencana Umum Tata
Ruang (RUTR) dan Rencana Detail Tata Ruang Daerah (RDTRD).
b. Lokasi sesuai dengan peta pewilayahan komoditas yang akan diusahakan.
c. Apabila peta pewilayahan komoditas belum tersedia, lokasi harus sesuai
dengan Agro Ecology Zone (ARZ) untuk menjamin produktivitas dan mutu yang
tinggi.
d. Lahan sangat dianjurkan jelas status kepemilikan dan hak penggunaannya.
e. Lahan harus jelas pengairannya.
2. Riwayat
lokasi diketahui
Riwayat lokasi
dapat diketahui dengan mencatat riwayat penggunaan lahan
3.
Pemetaan lahan
Sebelum
melaksanakan usaha produksi tanaman pangan, dilakukan pemetaan penggunaan lahan
sebagai dasar perencanaan rotasi/pergiliran pembibitan dan penanaman.
4.
Kesuburan lahan
a. Lahan untuk budidaya tanaman pangan harus memiliki kesuburan tanah yang
cukup baik.
b. Kesuburan tanah yang rendah dapat diatasi melalui pemupukan, menggunakan
pupuk organik dan/atau pupuk anorganik.
c. Untuk mempertahankan kesuburan lahan, dilakukan rotasi/pergiliran
tanaman.
5. Saluran
drainase atau saluran air
Saluran drainase
agar dibuat, ukurannya disesuaikan kondisi lahan dan komoditas yang akan
diusahakan.
6.
Konservasi lahan
a. Lahan untuk budidaya tanaman pangan ialah lahan datar sampai dengan lahan
berkemiringan kurang dari 30% yang diikuti dengan upaya tindakan konservasi.
b. Untuk kemiringan lahan >30%, wajib dilakukan tindakan konservasi.
c. Pengelolaan lahan dilakukan dengan tepat untuk mencegah terjadinya erosi
tanah, pemadatan tanah, perusakan struktur, dan drainase tanah, serta hilangnya
sumber hara tanah.
7. Benih
1. Varietas yang dipilih untuk ditanam ialah varietas unggul atau varietas
yang telah dilepas oleh Menteri Pertanian.
2. Benih atau bahan tanaman disesuaikan dengan agroekosistem budidayanya
serta memiliki sertikat dan label yang jelas (jelas nama varietasnya, daya
tumbuh, tempat asal dan tanggal kedaluwarsa), serta berasal dari
perusahaan/penangkar yang terdaftar.
3. Benih atau bahan tanaman harus sehat, memiliki vigor yang baik, tidak
membawa dan atau menularkan organisme pengganggu tanaman (OPT) di lokasi usaha
produksi.
4. Apabila diperlukan, sebelum ditanam, diberikan perlakuan (seed
treatment).
Tanaman pangan dari
kelompok serealia dan kacang-kacangan diperbanyak dengan menggunakan benih,
sedangkan tanaman umbi-umbian diperbanyak dengan menggunakan stek. Benih adalah
biji sebagai bagian regeneratif tanaman yang digunakan sebagai bahan untuk
pertanaman, sedangkan stek adalah bagian vegetatif tanaman yang dijadikan bahan
perbanyakan tanaman. Benih yang digunakan harus bermutu baik yang meliputi mutu
sik, siologis, maupun mutu genetik. Sebaiknya benih yang ditanam diketahui
nama varietasnya.
8. Pupuk
Pupuk adalah bahan
yang diberikan pada tanaman atau lahan untuk memenuhi kebutuhan nutrisi
tanaman. Pupuk terdiri atas dua jenis, yaitu pupuk organik dan anorganik. Pupuk
organik adalah pupuk yang berasal dari sisa-sisa makhluk hidup, seperti kompos
atau pupuk kandang. Saat ini sudah tersedia berbagai pupuk organik yang siap
pakai. Pupuk anorganik berasal dari bahan-bahan mineral, seperti KCL, Urea, dan
TSP.
Pupuk dapat
digolongkan juga ke dalam 3 jenis pupuk
a. Pupuk anorganik yang digunakan, yaitu jenis pupuk yang terdaftar,
disahkan atau direkomendasikan oleh pemerintah.
b. Pupuk organik, yaitu pupuk yang sebagian besar atau seluruhnya terdiri
atas bahan organik yang berasal dari tanaman atau hewan yang telah melalui
proses rekayasa, dapat berbentuk padat atau cair yang digunakan untuk mensuplai
bahan organik, memperbaiki sifat sik, kimia, dan biologi tanah.
c. Pembenah tanah, yaitu bahan-bahan sintetis atau alami, organik atau
mineral berbentuk padat atau cair yang mampu memperbaiki sifat sik kimia dan
biologi tanah.
Pemupukan
diusahakan memberikan manfaat yang sebesar-besarnya dengan dampak yang
sekecil-kecilnya, serta memenuhi lima tepat: tepat jenis, yaitu jenis pupuk
mengandung unsur hara makro atau mikro sesuai dengan kebutuhan tanaman, dengan
memperhatikan kondisi kesuburan lahan; tepat mutu, yaitu harus menggunakan
pupuk yang bermutu baik, sesuai standar yang ditetapkan; tepat waktu, yaitu
diaplikasikan sesuai dengan kebutuhan, stadia tumbuh tanaman, serta kondisi
lapangan yang tepat; tepat dosis, yaitu jumlah yang diberikan sesuai dengan
anjuran/rekomendasi spesik lokasi; tepat cara aplikasi, yaitu disesuaikan
dengan jenis pupuk, tanaman dan kondisi lapangan.
Beberapa standar
yang harus dipenuhi terkait dengan pupuk adalah sebagai berikut:
1. Informasi ketersediaan pupuk
a. Informasi stok pupuk di setiap wilayah selalu diperbaharui dan
diinformasikan kepada pihak-pihak terkait untuk pembinaan lebih lanjut di
tempat usaha produksi tanaman pangan.
b. Dinas pertanian setempat agar berkoordinasi dengan produsen pupuk sebagai
penanggung jawab dalam pengamanan ketersediaan pupuk dengan menginformasikan
lokasi dan jadwal tanam di setiap wilayah.
2. Penyimpanan pupuk
a. Tempat penyimpanan pupuk harus bersih, aman, kering, dan di tempat
tertutup.
b. Penyimpanan pupuk tidak disatukan dengan penyimpanan pestisida atau stok
benih dan produk segar.
3. Kompetensi
a. Petani dan penyuluh sangat dianjurkan mempunyai keahlian tentang pupuk
dan pemupukan.
b. Aplikasi cara pemupukan mengacu pada rekomendasi penyuluh yang ahli di
bidangnya.
4. Pencatatan
a. Pencatatan tidak hanya untuk pemakaian pupuk, pada tetapi seluruh
kegiatan usaha tani sehingga diketahui capaian pendapatan petani.
b. Semua pemakaian pupuk sangat dianjurkan untuk dicatat. Catatan mencakup
lokasi, tanggal pemakaian, jenis pupuk, jumlah pupuk, dan cara pemupukan.
c. Khusus untuk pupuk, sangat dianjurkan petani menyimpan kwitansi pembelian
pupuk dari kios yang bersangkutan, sebagai antisipasi terhadap peredaran pupuk
palsu.
9. Pelindung Tanaman
Perlindungan
tanaman, harus dilaksanakan sesuai dengan sistem Pengendalian Hama Terpadu
(PHT), menggunakan sarana dan cara yang tidak mengganggu kesehatan manusia,
serta tidak menimbulkan gangguan dan kerusakan lingkungan hidup. Perlindungan
tanaman dilaksanakan pada masa pratanam, masa pertumbuhan tanaman dan/atau masa
pascapanen, disesuaikan dengan kebutuhan.
Standar
pengendalian Organisme Pengganggu Tanaman (OPT)
a. Tindakan pengendalian OPT dilaksanakan sesuai anjuran. Penggunaan
pestisida merupakan alternatif terakhir apabila cara-cara yang lain dinilai
tidak memadai.
b. Tindakan pengendalian OPT dilakukan atas dasar hasil pengamatan terhadap
OPT dan faktor yang mempengaruhi perkembangan serta terjadinya serangan OPT.
c. Penggunaan sarana pengendalian OPT (pestisida, agens hayati, serta alat
dan mesin), dilaksanakan sesuai dengan anjuran baku dan dalam penerapannya
telah mendapat bimbingan/latihan dari penyuluh atau para ahli di bidangnya.
d. Dalam menggunakan pestisida, petani harus sudah mendapat pelatihan.
Pestisida adalah
pengendali OPT yang menyebabkan penurunan hasil dan kualitas tanaman baik
secara langsung maupun tidak langsung, namun efektif terhadap OPT yang menyerang.
Pestisida terdiri atas pestisida hayati maupun pestisida buatan. Petisida yang
digunakan harus pestisida yang telah terdaftar dan diizinkan Menteri Pertanian
untuk tanaman yang bersangkutan. Penyimpanan pestisida pun harus memenuhi
persyaratan sebagai berikut:
a. Pestisida harus disimpan di tempat yang baik dan aman, berventilasi baik,
dan tidak bercampur dengan material lainnya.
b. Harus terdapat fasilitas yang cukup untuk menakar dan mencampur pestisida
c. Tempat penyimpanan sebaiknya mampu menahan tumpahan (antara lain untuk
mencegah kontaminasi air).
d. Terdapat fasilitas untuk menghadapi keadaan darurat, seperti tempat untuk
mencuci mata dan anggota tubuh lainnya, persediaan air yang cukup, pasir untuk
digunakan apabila terjadi kontaminasi atau terjadi kebocoran.
e. Akses ke tempat penyimpanan pestisida terbatas hanya kepada pemegang
kunci yang telah mendapat pelatihan.
f. Terdapat pedoman atau tata cara penanggulangan kecelakaan akibat
keracunan pestisida yang terletak pada lokasi yang mudah dijangkau.
g. Tersedia catatan tentang pestisida yang disimpan.
h. Semua pestisida harus disimpan dalam kemasan aslinya.
i. Tanda-tanda peringatan potensi bahaya pestisida diletakkan pada
pintu-pintu masuk.
Risiko
bahaya yang dimiliki oleh pestisida dilakukan dengan analisis residu pestisida
a. Analisis residu pestisida mengacu pada penilaian risiko.
b. Hasil analisis dapat ditelusuri kepada lokasi produk.
c. Pemerintah melakukan pengambilan contoh dan menganalisis residu, penanam
dan/atau pemasok pestisida mampu memberikan bukti hasil pengujian pestisida.
d. Laboratorium yang digunakan untuk analisis residu merupakan lembaga yang
telah memperoleh akreditasi atau lembaga yang telah ditunjuk oleh menteri.
10. Pengairan
Setiap budidaya
tanaman pangan hendaknya didukung dengan penyediaan air sesuai kebutuhan dan
peruntukannya. Air hendaknya dapat disediakan sepanjang tahun, baik bersumber
dari air hujan, air tanah, air embun, tandon, bendungan ataupun sistem
irigasi/pengairan. Air yang digunakan untuk irigasi memenuhi baku mutu air
irigasi, dan tidak menggunakan air limbah berbahaya.
Air yang digunakan
untuk proses pascapanen dan pengolahan hasil tanaman pangan memenuhi baku mutu
air yang sehat. Pemberian air untuk tanaman pangan dilakukan secara efektif, esien,
hemat air dan manfaat optimal. Apabila air irigasi tidak mencukupi kebutuhan
tanaman guna pertumbuhan optimal, harus diberikan tambahan air dengan berbagai
teknik irigasi. Penggunaan air pengairan tidak bertentangan dengan kepentingan
masyarakat di sekitarnya dan mengacu pada peraturan yang ada.
Pengairan tidak
boleh mengakibatkan terjadinya erosi lahan maupun tercucinya unsur hara,
pencemaran lahan oleh bahan berbahaya, dan keracunan bagi tanaman serta
lingkungan hidup. Kegiatan pengairan sebaiknya dicatat sebagai bahan dokumentasi.
Penggunaan alat dan mesin pertanian untuk irigasi/penyediaan air dari sumber,
harus memenuhi ketentuan sesuai peraturan perundang-undangan dan dapat diterima
oleh masyarakat.