Makin meningkatnya
permintaan produk pertanian pada era globalisasi yang didorong oleh
perkembangan teknologi informasi dan komunikasi ternyata mempunyai dampak yang
signikan terhadap daya saing produk.
Beberapa faktor
yang menjadi perhatian dalam perdagangan komoditas pangan hasil pertanian
adalah keamanan dan mutu produk pangan. Hal ini penting karena keamanan pangan
dan mutu produk menentukan daya saing produk dalam perdagangan domestik dan
internasional.
Standar mutu pangan
hasil pertanian mengacu pada Peraturan Menteri Pertanian Republik Indonesia
Nomor 20/Permentan/OT.140/2/2010 tentang Sistem Jaminan Mutu Pangan Hasil
Pertanian. Peraturan ini dibuat sebagai bentuk perlindungan masyarakat dan
peningkatan daya saing atas produk pangan hasil pertanian atau hasil budidaya.
Pangan hasil
pertanian adalah pangan yang berasal dari tanaman hortikultura, tanaman pangan
dan perkebunan maupun pangan yang berasal dari produk ternak dan hasil
peternakan yang belum mengalami pengolahan, yang dapat dikonsumsi langsung
dan/atau bahan baku pengolahan pangan. Program jaminan mutu dan keamanan pangan
dapat diterapkan mulai dari kegiatan budidaya, pascapanen, maupun pengolahan.
Mutu hasil
pertanian umumnya bervariasi dan sangat dipengaruhi oleh banyak faktor, mulai
dari jenis tanaman, lahan, agroklimat, kualitas tanah dan air, teknik budidaya
yang diterapkan, umur panen, teknik panen, pascapanen, penggudangan, dan teknik
transportasi. Di lain pihak, masyarakat luas terutama pelaku agroindustri
sebagai konsumen sangat menghendaki kepastian mutu produk yang dibelinya
sehingga cenderung memilih produk pertanian yang sudah jelas mutunya.
Konsepsi manajemen
mutu yang diterapkan pada pangan hasil budidaya pertanian untuk jaminan
keamanan produk pangan adalah Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP).
Pedoman sistem mutu ini dikembangkan untuk meningkatkan kemampuan, esiensi,
dan efektivitas dalam pelaksanaan pembinaan dan pengawasan mutu hasil pertanian
tanaman pangan dan hortikultura untuk menghasilkan produk-produk bermutu tinggi
sehingga dapat bersaing dalam pasaran internasional.
Salah satu hal yang
perlu dipertimbangkan, yaitu prinsip HACCP dinilai sangat efektif untuk
menjamin mutu, khususnya untuk produk-produk pangan yang berkaitan dengan
kesehatan, kelayakan sebagai bahan pangan maupun pertimbangan ekonomi. HACCP
sudah diterapkan secara luas pada industri pangan di dunia, dan saat ini telah
mulai dirintis pada tingkat hulu, yaitu pada budidaya.
Di dalam proses
produksi bahan pangan, mutu bahan pangan yang dihasilkan menjadi perhatian
utama, terutama yang berhubungan dengan aspek kebersihan/kesehatan, keamanan
untuk dikonsumsi, dan aspek ekonomi. Bahan pangan hasil pertanian dengan mutu
yang baik dapat dihasilkan dengan mengikuti pedoman budidaya yang baik.
Pemerintah telah menetapkan pedoman budidaya yang baik untuk tanaman pangan,
yang meliputi ketentuan tentang:
a. Lahan
b. Penggunaan benih dan varietas tanaman
c. Penanaman
d. Pemupukan
e. Perlindungan tanaman
f. Pengairan
g. Pengelolaan/pemeliharaan tanaman
h. Panen
i. Penanganan pascapanen
j. Alat dan mesin pertanian
k. Pelestarian lingkungan
l. Tenaga kerja
m. Fasilitas Kebersihan
n. Pengawasan, pencatatan, dan penelusuran balik.
Standar Pelestarian
Lingkungan
a. Usaha budidaya tanaman pangan perlu memperhatikan aspek usaha tani yang
berkelanjutan, ramah lingkungan, dan keseimbangan ekologi.
b. Upaya mempertahankan keseimbangan ekologi dalam budidaya tanaman pangan
mengacu pada upaya meningkatkan daya pulih lingkungan, terutama dari segi
kelestarian tanah dan air serta keseimbangan hayati.
Standar Tenaga
Kerja
a. Tenaga kerja usaha produksi tanaman pangan perlu mengetahui tata cara
budidaya komoditi yang diusahakan, terutama aspek persyaratan tumbuh, adaptasi
varietas, cara bertanam, kebutuhan pupuk, pengendalian OPT, serta teknik panen
dan pascapanen.
b. Tenaga kerja/pelaku usaha yang belum menguasai teknik budidaya komoditas
tanaman pangan yang diusahakan agar mengikuti magang, pelatihan, atau
berkonsultasi.
c. Tenaga kerja/pelaku usaha produksi tanaman pangan wajib menjamin mutu dan
keamanan konsumsi produk tanaman pangan yang dihasilkan. Budidaya
d. Keselamatan dan Kesehatan Kerja
·
Bagi pekerja yang
mengoperasikan peralatan berbahaya harus diberikan pelatihan.
·
Catatan pelatihan
pekerja perlu disimpan secara baik.
·
Perlu petugas yang
terlatih terhadap Pertolongan Pertama pada Kecelakaan (P3K) di tempat kerja.
·
Prosedur penanganan
kecelakaan perlu dipajang di tempat kerja secara visual.
·
Tersedia fasilitas
P3K di tempat kerja.
·
Peringatan bahaya
perlu diidentikasi secara jelas.
·
Pekerja perlu
mengetahui bahaya pestisida, ketentuan peraturan keselamatan kerja, persyaratan
dan tata cara mencegah keracunan pestisida terhadap dirinya sendiri maupun
orang lain.
·
Pekerja perlu
menggunakan perlengkapan pelindung sesuai anjuran baku.
·
Pekerja mampu
mendemonstrasikan bahwa mereka mampu menggunakan perlengkapan pelindung sesuai
dengan instruksi (anjuran baku).
·
Baju dan peralatan
pelindung ditempatkan secara terpisah.
·
Pekerja yang
menangani pestisida perlu mendapatkan pengecekan kesehatan secara rutin setiap
tahunnya.
·
Pekerja pada saat
melaksanakan pekerjaan tidak dalam keadaan sakit dan atau tidak mengidap
penyakit menular.
Standar Fasilitas
Kebersihan
a. Tersedianya tata cara/aturan tentang kebersihan bagi pekerja untuk menghindari
terjadinya kontaminasi terhadap produk tanaman pangan.
b. Tersedianya toilet yang bersih dan fasilitas pencucian di sekitar tempat
kerja. Standar Pengawasan, Pencatatan dan Penelusuran Balik
Sistem Pengawasan
dan Pencatatan
1. Pelaku usaha budidaya tanaman pangan hendaknya melaksanakan sistem
pengawasan internal pada proses produksi sejak pratanam sampai dengan
pascapanen. Hal ini dilakukan untuk mencegah dan mengendalikan kemungkinan
terjadinya penyimpangan dalam penerapan pedoman budidaya yang direkomendasikan.
2. Hasil pengawasan didokumentasikan, dicatat, dan disimpan dengan baik
sebagai bukti bahwa aktivitas produksi telah sesuai dengan ketentuan.
3. Instansi yang berwenang hendaknya melakukan pengawasan pada usaha
produksi tanaman pangan, baik pada usaha budidaya, panen dan pascapanen maupun
penerapan pelaksanaan manajemen mutu produk tanaman pangan yang dilakukan
dengan mengacu pada Pedoman Budidaya Tanaman Pangan yang Baik dan Benar (Good
Agriculture Practices).
4. Usaha budidaya tanaman pangan diharuskan melakukan pencatatan (farm
recording) terhadap segala aktivitas produksi yang dilakukan. Catatan
tersebut tersimpan dengan baik, minimal selama 3 (tiga) tahun, yang meliputi
hal-hal berikut:
a. Nama perusahaan atau usaha agribisnis tanaman pangan.
b. Alat perusahaan/usaha
c. Jenis tanaman pangan dan varietas yang ditanam
d. Total produk
e. Luas areal
f. Lokasi
g. Produksi per hektar
h. Pendapatan per hektar
i. Penggunaan sarana produksi
j. Sarana OPT dan pengendalian