Kerusakan bahan
pangan dapat disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu sebagai berikut:
a) Pertumbuhan dan aktivitas mikroba, yaitu bakteri, khamir, dan kapang,
b) Aktivitas enzim-enzim di dalam bahan pangan,
c) Serangga, parasit dan tikus,
d) Suhu termasuk suhu pemanasan dan pendinginan, dan
e) Kadar air, udara terutama oksigen; sinar dan jangka waktu penyimpanan.
Mikroba penyebab
kebusukan pangan dapat ditemukan di mana saja baik di tanah, air, udara, di
atas kulit atau bulu ternak dan di dalam usus. Beberapa mikroba juga ditemukan
di atas permukaan kulit buah-buahan, sayur-sayuran, biji-bijian dan
kacang-kacangan. Bakteri, khamir dan kapang dapat tumbuh dengan baik pada
keadaan yang hangat dan lembab.
Beberapa bakteri
mempunyai kisaran suhu pertumbuhan antara 44 – 55 C yang disebut bakteri antara
20-45 suhu pertumbuhan di bawah 20 kebanyakan bakteri dapat mempertahankan diri
pada suhu air mendidih, dan pada suhu yang lebih rendah spora akan bergerminasi
dan berkembang biak. Beberapa bakteri dan semua kapang yang membutuhkan oksigen
untuk tumbuh, disebut bakteri aerobik. Bakteri yang lain malahan tidak dapat
tumbuh bila ada oksigen, bakteri demikian disebut bakteri anaerobic.
Enzim yang ada pada
bahan pangan dapat berasal dari mikroba atau memang sudah ada pada bahan pangan
tersebut secara normal. Adanya enzim memungkinkan terjadinya reaksi-reaksi
kimia dan biokimia yang dapat mengakibatkan bermacam-macam perubahan pada
komposisi bahan. Aktivitas enzim ada yang menguntungkan dan ada yang merugikan.
Hewan seperti
serangga, parasit dan tikus juga dapat menyebabkan kerusakan pada bahan
makanan. Serangga terutama dapat merusak buah-buahan, sayur-sayuran,
biji-bijian, dan umbi-umbian. Yang menjadi masalah bukan hanya jumlah bahan
pangan yang dimakan oleh serangga tersebut, tetapi serangga tersebut akan
melukai permukaan bahan pangan sehingga dapat menyebabkan kontaminasi oleh
bakteri, khamir, dan kapang.
Parasit yang banyak
ditemukan misalnya di dalam daging babi adalah cacing pita (Trichinella
spiralis). Cacing pita tersebut masuk ke dalam tubuh babi melalui sisa-sisa
makanan yang mereka makan. Daging babi yang tidak dimasak dapat menjadi sumber
kontaminasi bagi manusia. Cacing-cacing dalam bahan pangan mungkin dapat
dimatikan dengan pembekuan.
Tikus merupakan
persoalan yang penting di Indonesia, khususnya merupakan ancaman yang berbahaya
baik terhadap hasil biji-bijian sebelum dipanen maupun terhadap bahan yang
disimpan di dalam gudang. Tikus bukan hanya merugikan karena makan bahan,
tetapi juga karena kotorannya, rambutnya atau air kencingnya dapat merupakan
media yang baik untuk pertumbuhan bakteri dan dapat menimbulkan bau yang tidak
enak.
Keawetan bahan
makanan juga dipengaruhi oleh kadar air, udara terutama oksigen, sinar, dan
jangka waktu penyimpanan. Secara umum, dapat dikatakan bahwa makin rendah kadar
air, pangan makin awet. Oksigen udara selain dapat merusak vitamin terutama
vitamin A dan C, warna bahan pangan, cita rasa dan zat kandungan lain, juga
penting untuk pertumbuhan kapang. Pada umumnya kapang bersifat aerobic, oleh
karena itu sering ditemukan tumbuh di atas permukaan bahan pangan.
Oksigen udara dapat
dikurangi jumlahnya dengan cara mengisap udara keluar dari wadah secara vakum.
Sinar atau cahaya dapat merusak beberapa vitamin terutama riboavin, vitamin A
dan vitamin C, juga dapat merusak warna pangan. Sebagai contoh misalnya susu
yang disimpan dalam botol yang tembus sinar, cita rasanya dapat berubah karena
terjadinya oksidasi lemak dan perubahan protein yang prosesnya dibantu oleh
katalisator sinar.