Pengertian kata
tekstil adalah jalinan antara lungsin dan pakan atau dapat dikatakan sebuah
anyaman yang mengikat satu sama lain, tenunan dan rajutan.
Tekstil dapat
ditemukan pada kehidupan sehari-hari, yaitu kain biasa digunakan untuk
Kerajinan pakaian sebagai kebutuhan sandang, sprei pelapis tempat tidur dan
sarung bantal, taplak meja, kain yang dijahit menjadi tas dan produk kerajinan
lainnya.
Kerajinan tekstil
di Indonesia dapat dibagi menjadi kerajinan tekstil modern dan kerajinan
tekstil tradisional.
Kerajinan tekstil
modern banyak digunakan untuk memenuhi kebutuhan praktis atau fungsional,
sedangkan kerajinan tekstil tradisional umumnya memiliki makna simbolis dan
digunakan juga untuk kebutuhan upacara tradisional.
Perkembangan saat
ini para perancang atau desainer mulai memanfaatkan kembali kain tradisional
Indonesia pada karya-karyanya. Para perancang atau desainer berusaha
mengembangkan ide dari tekstil Indonesia agar menjadi lebih dikenal luas di
masyarakat, baik di Indonesia maupun di dunia.
1.
Kerajinan Tekstil Modern
Karya kerajinan
tekstil, secara fungsi dapat dibagi sebagai berikut:
1) Sebagai pemenuhan kebutuhan sandang dan fashion
a) Busana
b) Aksesoris
c) Sepatu
d) Topi
e) Tas
2) Sebagai pelengkap interior
a)
Kain tirai
b)
Kain salut kursi
c)
Perlengkapan rumah
tangga (cempal, alas makan dan minum, tudung saji, sarung bantal, sprei, keset,
lap, dll)
d)
Aksesori ruangan
(wadah tissue, taplak, hiasan dekorasi ruangan, kap lampu, dll)
3) Sebagai wadah dan pelindung benda
a)
Tas laptop
b)
Aneka tas
c) Aneka wadah
d) Aneka dompet
e) dan lain-lain
·
Kerajinan
Produk kerajinan
umumnya memanfaatkan bahan baku yang tersedia dan dihasilkan melalui
keterampilan tangan dengan alat bantu sederhana serta diproduksi dalam jumlah
yang terbatas. Oleh sebab itu karya kerajinan biasanya mempunyai ciri khas dari
daerah yang membuatnya, demikian pula dengan produk kerajinan tekstil.
Keragaman bahan baku dan keterampilan daerah di Indonesia menghasilkan
keragaman produk kerajinan tekstil Indonesia.
Produk kerajinan
tekstil merupakan salah satu sumber budaya bangsa Indonesia yang dapat menjaga
dan melestarikan keberadaan budaya setempat dan dikembangkan sesuai dengan
kebutuhan penggunanya. Untuk dapat mengembangkan tekstil tradisional Indonesia,
kita harus mengenalnya lebih dalam.
2.
Kerajinan Tekstil Tradisional Indonesia
Karya kerajinan
tekstil tradisional Indonesia, secara fungsi dapat dibagi sebagai berikut:
1) Sebagai pemenuhan kebutuhan sandang yang melindungi tubuh, seperti kain
panjang, sarung dan baju daerah
2) Sebagain alat bantu atau alat rumah tangga, seperti kain gendongan bayi
dan untuk membawa barang
3) Sebagai alat ritual (busana khusus ritual tradisi tertentu), contohnya,
a) Kain tenun Ulos
b) Kain pembungkus kafan batik motif doa
c) Kain ikat celup Indonesia Timur (penutup jenazah)
d) Kain Tapis untuk pernikahan masyarakat daerah Lampung
e) Kain Cepuk untuk ritual adat di Pulau Nusa Penida
f) Kain Songket untuk pernikahan dan khitanan
g) Kain Poleng dari Bali untuk acara ruwatan (penyucian)
Tekstil tradisional
Indonesia berkembang dengan kreativitas setempat baik pengaruh dari suku maupun
bangsa lain. Secara geogras, posisi Indonesia terletak pada persimpangan
kebudayaan besar, antara dua benua Asia dan Australia, serta dua samudra, yaitu
Samudra Hindia dan Samudra Pasik. Gelombang kontak perdagangan yang melewati
wilayah negara kepulauan Indonesia memberikan pengaruh dan mengakibatkan
akulturasi (percampuran) budaya yang tampak pada pengembangan karya kerajinan
tekstil di Indonesia.
Kain-kain
tradisional di wilayah kepulauan Indonesia ini pada awalnya merupakan alat
tukar/ barter yang dibawa oleh pedagang pendatang dengan penduduk asli saat
membeli hasil bumi dan rempah-rempah di Indonesia. Sekitar abad ke-15 Masehi,
pedagang muslim Arab dan India melakukan kontak dagang dengan mendatangi pulau
Jawa dan Sumatra. Pengaruh Islam secara langsung dapat dilihat pada tekstil
Indonesia.
Beberapa batik yang
dibuat di Jambi dan Palembang di Sumatra, serta di Utara Jawa, dibuat dengan
menggunakan ayat-ayat yang berasal dari bahasa Arab Al Qur’an. Di Indonesia
juga terdapat kain sarung kotak-kotak dan polos yang banyak digunakan di
Semenanjung Arab, Timur Laut Afrika, Asia Selatan, Asia Tenggara, dan Kepulauan
Pasik. Pada abad ke-13 pedagang Gujarat memperkenalkan Patola, yaitu kain
dengan teknik tenun ikat ganda dari benang sutra yang merupakan busana Gujarat,
Barat Laut India.
Proses pembuatan
kain Patola sangat rumit sehingga di India kain ini digunakan dalam berbagai
upacara yang berhubungan dengan kehidupan manusia, seperti kelahiran,
perkawinan dan kematian juga sebagai penolak bala. Melalui perdagangan dengan
bangsa Gujarat, keberadaan kain Patola tersebar luas di kepulauan Nusantara.
Kain Patola umumnya hanya dimiliki oleh kalangan terbatas.
Penduduk setempat
yang telah memiliki keterampilan menenun pun mencoba mereproduksi kain yang
sangat berharga tersebut dengan tenun ikat pakan. Di Maluku, kain ini sangat
dihargai dan dikenakan dengan cara dililitkan di pinggang atau leher. Para penenun
di Nusa Tenggara Timur mengembangkan corak kain tenun yang dipengaruhi oleh
corak yang terdapat pada kain Patola, dengan corak yang berbeda untuk raja,
pejabat, dan kepala adat dalam jumlah yang sangat terbatas dan hanya dikenakan
pada upacara–upacara adat.
Kain Patola dari
Lio NTT ini ada yang dibuat sepanjang 4 meter yang disebut katipa berfungsi
sebagai penutup jenazah.
Motif Patola juga
dikembangkan menjadi kain Cinde di daerah Jawa Tengah. Kain Cinde tidak dibuat
dengan teknik tenun ikat ganda, tetapi dibuat dengan teknik direct print, cap
atau sablon. Kain ini digunakan sebagai celana dan kain panjang untuk upacara
adat, ikat pinggang untuk pernikahan, serta kemben dan selendang untuk menari.
Kain serupa
terdapat pula di Palembang, disebut kain Sembagi. Sembagi yang berwarna terang
digunakan pada upacara mandi pengantin dan hiasan dinding pada upacara adat.
Kain Sembagi yang berwarna gelap digunakan untuk penutup jenazah. Motif Patola
memengaruhi motif batik Jlamprang yang berwarna cerah yang berkembang di
Pekalongan, dan motif Nitik yang berkembang di Yogyakarta dan Surakarta yang
berwarna sogan (kecokelatan), indigo (biru), kuning dan putih. Corak Patola
juga berkembang di Pontianak, Gorontalo, dan kain tenun Bentenan di Menado.
Kain dengan teknik
tenun ikat ganda dibuat di Desa Tenganan Pegeringsingan di Bali. Kain sakral
tersebut dikenal dengan nama kain Gringsing yang artinya bersinar. Teknik tenun
ikat ganda hanya dibuat di tiga daerah di dunia, yaitu di Desa Tenganan Bali,
Indonesia (kain Gringsing), di Kepulauan Okinawa, Jepang (tate-yoko gasuri) dan
Gujarat India (kain Patola).
Teknik tenun ikat
ganda adalah tenun yang kedua arah benangnya, baik benang pada lungsin maupun
pakan diwarnai dengan teknik rintang warna untuk membentuk motif tertentu.
Kreativitas bangsa Indonesia mampu mengembangkan satu jenis kain tenun Patola
Gujarat menjadi beragam tekstil yang sangat indah di seluruh daerah di
Indonesia. Contoh perkembangan kain Patola ini hanya salah satu dari bukti
kreativitas tinggi yang dimiliki oleh bangsa kita.
Pada tekstil
tradisional, selain untuk memenuhi kebutuhan sandang, juga memiliki makna
simbolis di balik fungsi utamanya. Beberapa kain tradisional Indonesia dibuat
untuk memenuhi keinginan penggunanya untuk menunjukkan status sosial maupun
kedudukannya dalam masyarakat melalui simbol-simbol bentuk ragam hias dan
pemilihan warna. Selain itu ada pula kain tradisional Indonesia yang dikerjakan
dengan melantunkan doa dan menghiasinya dengan penggalan kata maupun kalimat
doa sebagai ragam hiasnya.
Tujuannya, agar
yang mengenakan kain tersebut diberi kesehatan, keselamatan, dan dilindungi
dari marabahaya. Kain tradisional Indonesia dibuat dengan ketekunan, kecermatan
yang teliti dalam menyusun ragam hias, corak warna maupun maknanya. Akibatnya,
kain Indonesia yang dihasilkan mengundang kekaguman dunia internasional karena
kandungan nilai estetikanya yang tinggi.