Interaksi sosial yang terjadi diantara manusia dapat
berupa kerja sama (cooperation), persaingan (competition),
akomodasi (accomodation), dan juga berbentuk pertentangan atau
pertikaian (conflict). Bentuk-bentuk interaksi tersebut dapat
dikelompokkan dalam proses-proses yang asosiatif dan proses disosiatif
(Soekanto, 1990).
Gillin dan Gillin mengemukakan bahwa bentuk
interaksi sosial yang termasuk dalam kategori proses yang asosiatif adalah
akomodasi, asimilasi dan akulturasi; sedangkan bentuk interaksi sosial yang
dikategorikan dalam proses yang disosiatif adalah persaingan, dan
pertentangan).
1. Proses-proses yang Asosiatif
a. Kerja Sama (Cooperation)
Kerja sama merupakan bentuk interaksi sosial yang
pokok. Kerja sama di sini dimaksudkan sebagai suatu usaha bersama antara orang
perorangan atau kelompok manusia untuk mencapai satu atau beberapa tujuan
bersama. Bentuk dan pola-pola kerja sama dapat dijumpai pada semua kelompok
manusia. Kebiasaan-kebiasaan dan sikap-sikap demikian dimulai sejak masa
kanak-kanak di dalam kehidupan keluarga atau kelompok-kelompok kekerabatan.
Kerja sama timbul karena orientasi orang-perorangan
terhadap kelompoknya (yaitu in-group-nya) dan kelompok lainnya (yang merupakan
out-group-nyd). Kerja sama mungkin akan bertambah kuat apabila ada bahaya luar
yang mengancam atau ada tindakan-tindakan luar yang menyinggung kesetiaan yang
secara tradisional atau institusional telah tertanam di dalam kelompok, dalam
diri seorang atau segolongan orang.
Kerja sama dapat bersifat agresif apabila kelompok
dalam jangka waktu yang lama mengalami kekecewaan sebagai akibat perasaan tidak
puas karena keinginan-keinginan pokoknya tak dapat terpenuhi karena adanya
rintangan-rintangan yang bersumber dari luar kelompok itu. Keadaan tersebut
dapat menjadi lebih tajam lagi apabila kelompok demikian merasa tersinggung
atau dirugikan sistem kepercayaan atau dalam salah-satu bidang sensitif dalam
kebudayaan.
Ada lima bentuk kerja sama, yaitu:
1. Kerukunan yang
mencakup gotong-royong dan tolong-menolong.
2. Bargaining, yaitu
pelaksanaan perjanjian mengenai pertukaran barang-barang dan jasa antara dua
organisasi atau lebih.
3. Kooptasi (cooptation),
yakni suatu proses penerimaan unsur-unsur baru dalam kepemimpinan atau
pelaksanaan politik dalam suatu organisasi sebagai salah satu cara untuk
menghindari terjadinya kegoncangan dalam stabilitas organisasi yang
bersangkutan.
4. Koalisi (coalition),
yakni kombinasi antara dua organisasi atau lebih yang mempunyau tujuan yang
sama.
5. Joint venture, yaitu
kerja sama dalam pengusahaan proyek-proyek tertentu, seperti: pengeboran
minyak, pertambangan batubara, perfilman, perhotelan, dan seterusnya.
b. Akomodasi (Accomodation)
Akomodasi mempunyai dua makna, yaitu untuk menunjuk
pada suatu keadaan kenyataan adanya suatu keseimbangan (equilibrium) dalam
interaksi antara individu dan kelompok sehubungan dengan norma-norma sosial dan
nilai-nilai sosial yang berlaku di dalam masyarakat; kedua akomodasi
dipergunakan untuk menunjuk pada suatu proses, pada usaha-usaha manusia untuk
meredakan suatu pertentangan yaitu usahausaha untuk mencapai kestabilan.
Menurut Gillin dan Gillin, akomodasi adalah suatu
pengertian yang digunakan oleh para sosiolog untuk menggambarkan suatu proses
dalam hubungan-hubungan sosial yang sama artinya dengan pengertian adaptasi (adaptation)
yang dipergunakan oleh ahli-ahli biologi untuk menunjuk pada suatu proses di
mana makhluk-makhluk hidup menyesuaikan dirinya dengan alam sekitarnya.
Berdasarkan hal tersebut, yang dimaksud dengan
akomodasi adalah suatu proses di mana orang perorangan atau kelompok-kelompok
manusia yang mula-mula saling bertentangan, kemudian saling mengadakan
penyesuaian diri untuk mengatasi ketegangan-ketegangan.
Sebenarnya pengertian adaptasi menunjuk pada
perubahanperubahan organis, bukan sosial, yang disalurkan melalui kelahiran,
dimana makhluk-makhluk hidup menyesuaikan diri dengan alam sekitarnya sehingga
dapat mempertahankan hidupnya. Tetapi dalam perkembangannya juga dipergunakan
untuk menjelaskan masalah-masalah sosial yang ada dalam masyarakat.
Akomodasi merupakan suatu cara untuk menyelesaikan
pertentangan tanpa menghancurkan pihak lawan sehingga lawan tidak kehilangan
kepribadiannya. Tujuan akomodasi berbeda-beda sesuai dengan situasi yang
dihadapinya, secara umum akomodasi mempunyai tujuan seperti berikut:
1. untuk mengurangi
pertentangan antara orang perorangan atau kelompok-kelompok manusia sebagai
akibat perbedaan paham. Akomodasi di sini bertujuan untuk menghasilkan suatu
sintesa antara kedua pendapat tersebut, agar menghasilkan suatu pola yang baru;
2. mencegah meledaknya
suatu pertentangan untuk sementara waktu atau temporer;
3. untuk memungkinkan
terjadinya kerjasama antara kelompok-kelompok sosial yang hidupnya terpisah
sebagai akibat faktor-faktor sosial psikologis dan kebudayaan, seperti yang
dijumpai pada masyarakat yang mengenal sistem berkasta;
4. mengusahakan
peleburan antara kelompok-kelompok sosial yang terpisah, misalnya, lewat
perkawinan campuran atau asimilasi dalam arti luas.
Suatu akomodasi sebagai proses tidak selalu akan
berhasil sepenuhnya di dalam menciptakan stabilitas dalam beberapa bidang,
mungkin sekali benih-benih pertentangan dalam bidang-bidang lainnya masih
tertinggal, yang luput diperhitungkan oleh usaha-usaha akomodasi terdahulu.
Benih-benih pertentangan yang bersifat laten tadi
(seperti prasangka) sewaktu-waktu akan menimbulkan pertentangan baru. Dalam
keadaan demikian, memperkuat cita-cita, sikap dan kebiasaan-kebiasaan masa-masa
lalu yang telah terbukti mampu meredam bibit-bibit pertentangan merupakan hal
penting dalam proses akomodasi, yang dapat melokalisasi rasa sentimen yang akan
melahirkan pertentangan baru.
Akomodasi bagi pihak-pihak tertentu dirasakan
menguntungkan, namun agak menekan bagi pihak lain, karena adanya campur tangan
kekuasaan-kekuasaan tertentu dalam masyarakat. Bentuk-bentuk Akomodasi Menurut
Soekanto (1990) akomodasi sebagai suatu proses untuk meredakan ketegangan antar
manusia mempunyai beberapa bentuk, antara lain:
a) Coercion
Coercion adalah suatu bentuk
akomodasi yang prosesnya dilaksanakan oleh karena adanya paksaan. Coercion
merupakan bentuk akomodasi, di mana salah satu pihak berada dalam keadaan yang
lemah bila dibandingkan dengan pihak lawan. Pelaksanaannya dapat dilakukan
secara fisik (secara langsung), maupun secara psikologis (secara tidak
langsung).
Misalnya perbudakan adalah suatu coercion, dimana
interaksi sosialnya didasarkan pada penguasaan majikan atas budaknya. Budak
dianggap sama sekali tidak mempunyai hak-hak apapun. Hal sejenis mungkin juga
kita jumpai seperti dalam hubungan antara majikan atau pemilik perusahaan
dengan buruh. Pada negara-negara totaliter, coercion juga dijalankan,
ketika suatu kelompok minoritas yang berada di dalam masyarakat memegang
kekuasaan. Hal ini sama sekali tidak berarti bahwa dengan coercion tak akan
dapat dicapai hasil-hasil yang baik bagi masyarakat.
b) Compromise
Compromise adalah suatu bentuk
akomodasi di mana pihak-pihak yang terlibat saling mengurangi tuntutannya agar
tercapai suatu penyelesaian terhadap perselisihan yang ada. Sikap dasar untuk
dapat melaksanakan compromise adalah bahwa salah satu pihak bersedia
untuk merasakan dan memahami keadaan pihak lainnya dan begitu pula sebaliknya.
Misalnya traktat antara beberapa negara, akomodasi antara beberapa partai
politik karena sadar bahwa masing-masing memiliki kekuatan sama dalam suatu
pemilihan umum, dan seterusnya.
c) Arbitration
Arbitration merupakan suatu cara
untuk mencapai compromise, apabila pihak-pihak yang berhadapan tidak sanggup
mencapainya sendiri. Pertentangan diselesaikan oleh pihak ketiga yang dipilih
oleh kedua belah pihak atau oleh suatu badan yang berkedudukan lebih tinggi
dari pihak-pihak yang bertentangan, seperti terlihat dalam penyelesaian masalah
perselisihan perburuhan.
d) Mediation
Mediation hampir menyerupai
arbitration. Pada mediation diundang pihak ketiga yang netral dalam soal
perselisihan yang ada. Pihak ketiga tersebut tugas utamanya adalah untuk
mengusahakan suatu penyelesaian secara damai. Kedudukan pihak ketiga hanyalah
sebagai penasihat belaka. Dia tak mempunyai wewenang untuk memberi keputusan
penyelesaian perselisihan tersebut.
e) Conciliation
Concilitation adalah suatu usaha
untuk mempertemukan keinginan-keinginan dari pihak-pihak yang berselisih demi
tercapainya persetujuan bersama. Conciliation bersifat lebih lunak
daripada coercion dan membuka kesempatan bagi pihak-pihak yang
bersangkutan untuk mengadakan asimilasi. Suatu contoh dari conciliation
adalah adanya panitia-panitia tetap di Indonesia yang khusus bertugas untuk
menyelesaikan persoalan-persoalan perburuhan, di mana duduk wakil-wakil
perusahaan, wakil-wakil buruh, wakil-wakil Departemen Tenaga Kerja dan
seterusnya khusus bertugas menyelesaikan persoalan-persoalan jam kerja, upah,
hari-hari libur dan lain sebagainya.
f) Tolerantion
Tolerantion juga disebut dengan
tolerant-participation. Ini merupakan suatu bentuk akomodasi tanpa persetujuan
yang formal bentuknya. Kadang-kadang toleration timbul secara tidak
sadar dan tanpa direncanakan karena adanya watak orang-perorangan atau kelompok-kelompok
manusia untuk sedapat mungkin menghindarkan diri dari suatu perselisihan. Dari
sejarah dikenal bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa yang toleran yang sedapat
mungkin menghindarkan diri dari perselisihan-perselisihan.
g) Stalemate
Stalemate merupakan suatu akomodasi, di mana
pihak-pihak yang bertentangan karena mempunyai kekuatan yang seimbang berhenti
pada suatu titik tertentu dalam melakukan pertentangannya. Hal ini disebabkan
karena bagi kedua belah pihak sudah tidak ada kemungkinan lagi baik untuk maju
maupun untuk mundur. Stalemate tersebut, misalnya, terjadi antara Amerika
Serikat dengan Rusia di bidang nuklir.
h) Adjudication
Adjudication yaitu penyelesaian
perkara atau sengketa di pengadilan. Walaupun tersedia bermacam-macam bentuk
akomodasi seperti diuraikan dan telah banyak ketegangan-ketegangan yang
teratasi, masih saja ada unsur-unsur pertentangan laten yang belum dapat
diatasi secara sempurna. Bagaimanapun juga akomodasi tetap perlu, apalagi dalam
keadaan dunia dewasa ini yang penuh ketegangan. Selama orang-perorangan atau
kelompok-kelompok manusia masih mempunyai kepentingan-kepentingan yang tidak
bisa diselaraskan antara satu dengan lainnya, akomodasi tetap diperlukan.
Produk / Hasil Proses Akomodasi
Proses akomodasi menghasilkan beberapa hal terkait
dengan manusia dengan manusia yang lain, antara lain:
a) Integrasi Masyarakat
Akomodasi menghindarkan masyarakat dari benih-benih
pertentangan latent yang kemungkinan besar akan melahirkan pertentangan baru.
Contoh: ketika orang-orang Inggris menjajah Singapura dan Malaysia, mereka
telah memasukan suatu kebudayaan baru terhadap masyarakat taklukannya. Bahasa,
sistem feodalisme, hukum, dan seterusnya diubah dan diganti. Dalam proses
tersebut terjadi perkawinan campuran dan banyak orang Malaysia yang mendapat
kedudukan baru yang tinggi. Keadaan tersebut mengurangi jarak sosial (social
distance) antara penjajah dengan yang dijajah. Selain itu, akomodasi juga
menahan keinginan-keinginan untuk bersaing.
b) Menekan oposisi
Sering kali suatu persaingan terjadi demi keuntungan
suatu kelompok tertentu (misalnya golongan produsen) dan kerugian pihak lain
(misalnya konsumen). Akomodasi antara golongan produsen yang mula-mula bersaing
dapat menyebabkan turunnya harga, karena barang-barang dan jasa-jasa lebih
mudah sampai kepada konsumen.
c) Koordinasi berbagai kepribadian yang berbeda
Kondisi tampak bilamana ada dua orang, misalnya,
bersaing untuk menduduki jabatan pimpinan suatu partai politik. Persaingan
terjadi dengan sengit, tetapi setelah salah satu terpilih, biasanya yang kalah
diajak untuk bekerjasama demi keutuhan dan integrasi partai politik tersebut.
d) Perubahan lembaga-lembaga kemasyarakatan
agar sesuai dengan keadaan baru atau keadaan yang berubah
Perubahan-perubahan yang terjadi dalam masyarakat di
berbagai bidang menuntut terjadinya perubahan kelembagaan pada masyarakat
tersebut, baik terjadi secara langsung maupun tidak langsung. Perubahan ini
merupakan konsekuensi untuk menyesuaikan dengan laju perkembangan masyarakat.
e) Perubahan-perubahan dalam kedudukan
Pertentangan telah menyebabkan kedudukan individu
dalam organisasi menjadi goyah dan akomodasi akan mengukuhkan kembali
kedudukan, karena akomodasi menimbulkan penetapan baru terhadap kedudukan
orang-perorangan dan kelompok.
f) Akomodasi membuka jalan ke arah asimilasi
Dengan adanya proses asimilasi, para pihak lebih
saling mengenal dan dengan timbulnya benih-benih toleransi mereka lebih mudah
untuk saling mendekati.
Pengertian Asimilasi / Assimilation
Asimilasi merupakan proses sosial dalam taraf
lanjut. Asimilasi ditandai dengan adanya usaha-usaha mengurangi
perbedaan-perbedaan yang terdapat antara orang-perorangan atau
kelompok-kelompok manusia dan juga meliputi usaha-usaha untuk mempertinggi
kesatuan tindak, sikap dan proses-proses mental dengan memperhatikan
kepentingankepentingan dan tujuan-tujuan bersama.
Apabila orang-orang melakukan asimilasi ke dalam
suatu kelompok manusia atau masyarakat, dia tidaklagi membedakan dirinya dengan
kelompok tersebut yang mengakibatkan bahwa mereka dianggap sebagai orang asing.
Dalam proses asimilasi, mereka mengidentifikasikan dirinya dengan
kepentingan-kepentingan serta tujuan-tujuan kelompok.
Apabila dua kelompok manusia mengadakan asimilasi,
batas-batas antara kelompok-kelompok tadi akan hilang dan keduanya lebur
menjadi satu kelompok. Secara singkat, proses asimilasi ditandai dengan
pengembangan sikap-sikap yang sama, walau kadangkala bersifat emosional dengan
tujuan untuk mencapai kesatuan, atau paling sedikit mencapai integrasi dalam
organisasi, pikiran dan tindakan.
Proses asimilasi terjadi bila:
1) kelompok-kelompok
manusia yang berbeda kebudayaannya;
2) orang-perorangan
sebagai warga kelompok tadi saling bergaul secara langsung dan intensif untuk
waktu yang lama sehingga;
3) kebudayaan-kebudayaan
dari kelompok-kelompok manusia tersebut masing-masing berubah dan saling
menyesuaikan diri.
Asimilasi terkait erat dengan pengembangan sikap dan
cita-cita yang sama dari sekelompok manusia. Didalam proses tersebut ada
beberapa bentuk interaksi sosial yang mengarah ke suatu proses asimilasi
(interaksi yang asimilatif) bila memiliki syarat-syarat sebagai berikut:
1. bersifat suatu
pendekatan terhadap pihak lain, di mana pihak yang lain tadi juga berlaku sama.
Seorang siswa yang jujur dan baik tata lakunya misalnya, tidak akan mungkin
hidup bersama-sama dengan rekannya yang licik di dalam satu kamar di asrama.
Walaupun mahasiswa yang jujur dan baik tadi berusaha untuk bersikap toleran
terhadap rekannya tetapi tak akan terjadi suatu persahabatan karena pihak yang
lain bersikap sebagai musuh.
2. proses interaksi
sosial tersebut tidak mengalami halangan-halangan atau pembatasan-pembatasan.
Misalnya halangan untuk melakukan perkawinan campuran/beda suku, pembatasan
untuk sekolah di lembaga-lembaga pendidikan tertentu, adanya hambatan untuk
berkumpul atau bertemu dalam suatu organisai, dan sebagainya.
3. interaksi sosial
tersebut bersifat langsung dan primer. Misalnya upaya untuk membentuk sebuah
organisasi multilateral/bilateral akan terhalang oleh adanya kesukaran
melakukan interaksi langsung dan primer antara negara-negara bersangkutan. Bisa
saja masalahnya menyangkut keamanan, kepentingan ekonomi, atau kedaulatan.
4. frekuensi interaksi
sosial tinggi dan tetap, serta ada keseimbangan antara pola-pola asimilasi
tersebut. Artinya, stimulan dan tanggapan-tanggapan dari pihak-pihak yang
mengadakan asimilasi harus sering dilakukan dan suatu keseimbangan tertentu
harus dicapai dan dikembangkan. Mengadakan interaksi sosial yang asimilatif
dengan suku-suku tradisional di Indonesia yang masih terasing merupakan hal
yang sulit karena para warganya kurang mendapatkan kesempatan untuk
berinteraksi dengan para warga masyarakat lain.
Dengan menggunakan kata lain, tak ada asimilasi yang
bersifat pasif, di mana salah-satu pihak hanya menunggu dan menerima saja.
Maka, asimilasi yang dipaksakan juga tidak mungkin apabila paksaan atau
kekerasan tersebut hanya merupakan halangan terhadap terjadinya interaksi
sosial. Keadaan tersebut terlihat, misalnya, pada asimilasi antara masyarakat
dengan bekas narapidana.
Apabila masyarakat beranggapan bahwa riwayat hidup
seorang bekas narapidana merupakan halangan bagi terjadinya interaksi sosial
penuh dengan warga-warga masyarakat lainnya, ada keraguan apakah masyarakat
akan dapat menerimanya kembali. Dalam keadaan demikian, dapat dimengerti
mengapa bekas narapidana tadi pada akhirnya akan kembali mengadakan interaksi
dengan golongan bekas narapidana lain atau penjahat.
Berdasarkan penjelasan di atas, dapatlah diketahui
bahwa faktor-faktor yang dapat mempermudah terjadinya suatu asimilasi antara
lain adalah:
1) toleransi;
2) kesempatan-kesempatan
yang seimbang di bidang ekonomi;
3) sikap menghargai
orang asing dan kebudayaannya;
4) sikap terbuka dari golongan
yang berkuasa dalam masyarakat;
5) persamaan dalam
unsur-unsur kebudayaan;
6) perkawinan campuran (amalgamation);
7) adanya musuh bersama
dari luar (Soekanto; 1990).
Proses asimilasi tak akan terjadi walaupun terdapat
pergaulan yang intensif dan luas antara kelompok-kelompok yang bersangkutan.
Hal ini terjadi bila antara kelompok-kelompok tersebut tidak ada sikap toleran
dan simpati. Dalam keadaan demikian proses asimilasi akan macet. Misalnya,
hubungan antara orang-orang Tionghoa di Indonesia yang bergaul intens dan luas
dengan orang-orang asli Indonesia sejak bertahun-tahun yang lalu, tetapi belum
juga terintegrasi ke dalam masyarakat Indonesia.