Maluku merupakan daerah yang kaya akan rempah-rempah.
Rempah-rempah ini dikirim ke eropa melalui Malaka oleh pedagang-pedagang dari
Bugis dan Jawa. Setelah berhasil menguasai Malaka, Portugis mengirim armadanya
ke Maluku dengan tujuan untuk menguasai perdagangan rempah-rempah di Maluku
(monopoli). Kedatangan Portugis pada awalnya disambut baik oleh rakyat Maluku,
karena mereka membawa bahan pangan juga membeli rempah-rempah.
Maluku pada waktu itu telah berdiri dua kerajaan
besar yang saling bersaing, yaitu Ternate dan Tidore. Kedatangan Portugis dimanfaatkan
oleh kedua kerajaan tersebut untuk menjalin kerjasama untuk memperkuat kerajaan
masing-masing. Pada awalnya Portugis menjalin persekutuan dengan Ternate dan
membangun benteng atau kekuatan disana.
Benteng tersebut ternyata dipergunakan untuk membangun
kekuatan untuk menekan dan menurunkan kekuasaan raja Ternate serta menyebarkan
agama katolik di Ternate. Tindakan Portugis ini mendapat perlawanan dari rakyat
Ternate yang dipimpin oleh Sultan Hairun dan Sultan Baabullah (1575), serta
Sultan Said. Portugis lari dari Ternate menuju Tidore, dan membangun benteng
dan kekuatan disana, serta menyebarkan agama kristen katolik.
Keberhasilan Portugis menguasai perdagangan
rempah-rempah di Maluku menarik perhatian Belanda untuk merebutnya, terjadilah
persaingan dan peperangan untuk memperebutkan daerah Maluku. Belanda yang
dibantu oleh sekutunya (raja lokal) berhasil mengusir Portugis dari Maluku, dan
sejak saat itulah dimulai babak baru penjajahan Belanda di Maluku (1606).
Sultan Nuku merupakan raja dari Kesultanan Tidore
yang memimpin perlawanan rakyatnya terhadap pemerintahan kolonial Belanda.
Sultan Nuku berhasil meningkatkan kekuatan perangnya hingga 200 kapal perang
dan 6000 orang pasukan untuk menghadapi Belanda. Sultan Nuku juga menjalankan
perjuangan melalui jalur diplomasi. Untuk menghadapi Belanda, dia mengadakan
hubungan dengan Inggris dengan tujuan meminta bantuan dan dukungan.
Siasat untuk mengadu domba antara Inggris dengan
Belanda berhasil dilakukan sehingga pada 20 Juni 1801 Sultan Nuku berhasil
membebaskan kota Sua-Sio dari kekuasaan Belanda. Maluku Utara akhirnya dapat
dipersatukan di bawah kekuasaan Sultan Nuku.
Tokoh lain yang memimpin perlawanan terhadap kaum
imperialis di Maluku adalah Patimura. Perlawanan Patimura latarbelakangi oleh
faktor dihentikannya dukungan terhadap gereja. Perlawanan yang dipimpin oleh
Pattimura dimulai dengan penyerangan terhadap Benteng Duurstede di Saparua dan
berhasil merebut benteng tersebut dari tangan Belanda.
Perlawanan ini meluas ke Ambon, Seram, dan
tempat-tempat lainnya. Dalam menghadapi serangan tersebut, Belanda harus
mengerahkan seluruh kekuatannya yang berada di Maluku. Akhirnya, Pattimura
berhasil ditangkap dalam suatu pertempuran dan pada tanggal 16 Desember 1817
Pattimura dan kawan-kawanya dihukum mati di tiang gantungan. Perlawanan lainnya
dilakukan oleh pahlawan wanita, yaitu Martha Christina Tiahahu.